![]() |
UMAR ABDUH (Foto Net) |
Pengamat intelijen dan kepolisian dari Centre for Democracy and Social Justice Studies (CeDSoS), Umar Abduh, mendesak agar kedua instansi pemerintah itu tetap mengedepankan netralitas, dengan membuka dokumen internal hasil perhitungan suara.
Selain KPU, diketahui Polri-TNI diduga mengambil dan menyimpan dokumen hasil perhitungan suara di setiap TPS atau PPK di seluruh Indonesia.
"Di sinilah urgensi pelibatan hasil kerja pendokumentasian aparat TNI-Polri terhadap pelaksanaan penghitungan suara. Dengan alasan menjaga netralitasnya, TNI-Polri tidak mau berhadapan dengan rakyat tetapi membiarkan kegaduhan dan kerusuhan antarrakyat," kata Umar dalam siaran persnya yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (22/7).
Seharusnya, katanya, Polri-TNI lebih mengedepankan kejujuran dan tanggung jawabnya sebagai aparat keamanan. Apalagi TNI-Polri terikat kuat dengan sapta marga dan sumpah prajurit untuk setia dan membela negara atau konsitutusi.
"Ini adalah pola operasi intelijen. Di mana pelibatan institusi secara Undang-undang tidak boleh. Polri-TNI tidak boleh sebagai pelaksana Pemilu," tutur Umar.
Ia menambahkan, dalam kondisi dan situasi yang berpotensi mencederai demokrasi dan memicu rusuh horizontal akibat dampak kecurangan, TNI-Polri wajib tampil dan harus mengambil tanggung jawab penuh untuk mengembalikan tupoksi KPU ke proporsinya semula.
"Di sini saya masih prasangka baik. Jika Polri-TNI benar-benar netral dan sapta margais, peka sebagai keamanan. Maka harus keluarkan dokumen tersebut (perhitungan suara)," pungkas Umar. [rus/rmol]
0 comments:
Post a Comment